Senin, 19 Maret 2012

Negara HUkum dan Demokrasi


EKSISTENSI NEGARA HUKUM YANG BERDASARKAN PANCASILA
 DI INDONESIA

Oleh : Aditia Syaprillah

A.      Pendahuluan
Secara historis dan praktis, konsep negara hukum muncul dalam berbagai model seperti negara hukum menurut Al-Qur’an dan Sunnah atau Nomokrasi Islam, negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan rechtstaat, negara hukum menurut konsep Anglo-Saxon rule of law, konsep sosialist legality, dan konsep negara hukum pancasila.[1]
Prinsip negara hukum ialah melakukan perlindungan hidup bagi rakyat terhadap tindak pemerintahan. Philipus M. Hadjon,[2] mengkaitkan dengan prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikatakan sebagai tujuan daripada negara hukum; sebaliknya dalam negara totaliter tidak ada tempat bagi hak-hak asasi. Dan Philipus M. Hadjon[3], hanya mengemukakan hanya 3 (tiga) konsep negara hukum, yaitu: rechtstaats, the rule of law, dan negara hukum pancasila.
            Berbeda dengan Philipus M. Hadjon yang hanya mengemukan tiga (3) konsep negara hukum, Muhammad Taher Azhary,[4] dalam bukunya yang berjudul Negara Hukum (Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah Dan Masa Kini), mengemukakan ada lima (5) macam konsep negara hukum, sebagai species begrip yaitu :
1.        Negara hukum menurut Qur’an dan Sunnah (Nomokrasi Islam) lebih tepat dan lebih memperlihatkan kaitan nomokrasi atau negara hukum itu dengan hukum Islam.
2.        Negara hukum menurut Konsep Eropa kontinental yang dinamakan rechtsstaat, model negara hukum ini diterapkan misalnya di Belanda, Jerman dan Perancis.
3.        Konsep rule of law yang diterapkan di negara-negara Anglo-Saxon, antara lain Inggris dan Amerika Serikat.
4.        Suatu konsep yang disebut socialist legality yang diterapkan antara lain di Uni Soviet sebagai negara komunis.
5.        Konsep Negara Hukum Pancasila

Secara embrionik, gagasan negara hukum telah di kemukakan oleh Plato, ketika ia menulis Nomoi, sebagai karya tulis ketiga yang dibuat di usia tuanya, sementara dalam dua tulisan pertama, Politea dan Politicos, belum muncul istilah negara hukum. Dalam Nomoi, Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik.[5]
Gagasan Plato tentang negara hukum ini semakin tegas di dukung oleh muridnya, Aristoteles, yang menuliskannya dalam buku Politica. Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah oleh konstitusi dan berkedaulatan hukum. Aristoteles mengatakan :[6]
“ Aturan yang konstitusional dalam negara berkaitan secara erat, juga dengan pertanyaan kembali apakah lebih baik diatur oleh manusia atau hukum terbaik, selama suatu pemerintahan menurut hukum, oleh sebab itu Aristoteles sebagai tanda negara yang baik dan bukan semata-mata sebagai keperluan yang tak selayaknya.”
Menurutnya ada tiga unsur pemerintahan yang berkonstitusi, yaitu: Pertama, pemerintahan yang dilaksanakan oleh kepentingan umum; Kedua, pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi; Ketiga, pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan yang dilaksanakan oleh atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan tekanan yang dilaksanakan pemerintah despotik. Dalam kaitannya dengan konstitusi, Aristoteles mengatakan, Konstitusi merupakan penyusunan jabatan dalam suatu negara dan menentukan apa yang dimaksud dengan badan pemeritahan dan apa akhir dari setiap masyarakat, konstitusi merupakan aturan-aturan dan penguasa harus mengatur negara menurut aturan-aturan tersebut.[7]
Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum (rechtsstaat) adalah sebagai berikut :[8]
a)        Perlindungan hak-hak asasi manusia.
b)        Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu.
c)        Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan
d)       Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Pada wilayah Anglo-saxon, muncul pula konsep negara hukum (rule of law) dari A.V.Dicey, dengan unsur-unsur sebagai berikut :[9]
a)      Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh di hukum kalau melanggar hukum;
b)      Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before of the law). Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat; dan
c)      Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (dinegara lain oleh undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.
International commission of jurists yang merupakan suatu organisasi ahli hukum internasional, dalam konferensinya di Bangkok pada tahun 1965, mengadakan peninjauan kembali terhadap perumusan negara hukum yang telah berkembang sebelumnya, terutama konsep the rule of law, dengan memperbaiki aspek dinamika dalam kehidupan masyarakat. Dalam konteks itu dirumuskan tentang pengertian dan syarat bagi suatu negara hukum/pemerintahan yang demokratis dibawah rule of law sebagai berikut :[10]
1.      Adanya proteksi konstitusional.
2.      Pengadilan yang bebas dan tidak memihak;
3.      Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
4.      Pemilihan umum yang bebas;
5.      Kebebasan berserikat/beroragisasi dan beroposisi; dan
6.      Pendidikan civil (Kewarganegaraan)
Di Indonesia simposium mengenai negara hukum pernah diadakan pada Tahun 1966 di Jakarta. Dalam simposium itu diputuskan tentang ciri-ciri khas negara hukum adalah sebagai berikut :[11]
a.         Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum sosial, ekonomi dan kebudayaan;
b.        Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak di pengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kekuatan apapun juga; dan
c.         Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya.

Bahwa Indonesia suatu negara yang berdasarkan atas hukum dapat dikemukakan dua pemikiran yaitu Pertama, bahwa kekuasaan tertinggi di dalam negara Indonesia ialah hukum yang dibuat oleh rakyat melalui wakil-wakilnya di lembaga legislatif. Jadi suatu kedaulatan hukum sebagai penjelmaan lebih lanjut dari faham kedaulatan rakyat. pemikiran Kedua ialah bahwa sistem pemerintahan negara atau cara-cara pengendalian negara memerlukan kekuasaan (power/macht) namun tidak ada suatu kekuasaan pun di Indonesia yang tidak berdasarkan atas hukum.[12]
Dalam perkembangaannya konsepsi negara hukum tersebut kemudian mengalami penyempurnaan, yang secara umum dapat dilihat unsur-unsurnya sebagai berikut :[13]
a)      Sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat.
b)      Bahwa pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan atas hukum atau peraturan perundang-undangan.
c)      Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara)
d)     Adanya pembagian kekuasaan dalam negara
e)      Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan ( rechterlijke controle) yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan tersebut benar-benar memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif.
f)       Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah.
g)      Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran negara.
Untuk Indonesia. Istilah yang kini populer itu The Rule of Law, tidak lain isinya dan konsepsinya daripada Rechtsstaat, Etat de Droit, negara atau pemerintah berdasarkan atas hukum. Hanya biasanya konsepsi Rechtsstaat dianut oleh negara-negara dengan undang-undang tertulis, dan The Rule of Law terutama dipelopori oleh inggris dengan sistem Common Law-nya.[14]
Istilah “the rule of law” mulai populer dengan terbitnya sebuah buku dari Albert Venn Dicey tahun 1885 dengan judul “Introduction to the study of the law of de constitution”. Dari latar belakang dan dari sistem hukum yang menopangnya terdapat perbedaan antara konsep “rechtsstaat” dengan konsep “the rule of law” meskipun dalam perkembangan dewasa ini tidak dipermasalahkan lagi perbebadaan antara keduanya karena pada dasarnya kedua konsep itu mengarahkan dirinya pada satu sasaran yang utama yaitu pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Meskipun dengan sasaran yang sama tetapi keduanya tetap berjalan dengan sistem sendiri yaitu sistem hukum sendiri.[15] Konsep “rechtsstaat” lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme sehingga sifatnya revolusioner sebaliknya konsep “the rule of law” berkembang secara evolusioner. Hal ini nampak dari isi atau kriteria rechtstaat dan kriteria the rule of law.[16]
Menurut Azhary, bahwa secara formal istilah negara hukum dapat disamakan dengan rechtsstaat ataupun rule of law mengingat ketiga istilah tersebut mempunyai arah yang sama, yaitu mencegah kekuasaan absolut demi pengakuan dan perlindungan hak asasi. Perbedaannya terletak pada arti materiil atau isi dari ketiga istilah tersebut yang disebabkan oleh latar-belakang sejarah dan pandangan hidup suatu bangsa.[17]
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tegas menganut kedaulatan hukum atau nomokrasi.[18] Menurut Sjahran Basah, arti negara hukum tidak terpisahkan dari pilarnya itu sendiri, yaitu paham kedaulatan hukum. Paham itu adalah ajaran yang menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi terletak pada hukum atau tiada kekuasaan lain apa pun. Terkecuali kekuasaan hukum semata yang dalam hal ini bersumber pada Pancasila selaku sumber dari segala sumber hukum. Secara konstitusional eksistensi negara hukum a quo, tidak mungkin dipungkiri oleh siapa pun, karena di dalamnya mengandung jaminan terhadap tiga hal yang kemudian direkayasa lebih lanjut melalui proses normativasi dalam ketentuan perundang-undangan yang tingkat derajatnya lebih rendah.[19]
Hal yang sama dijumpai pula dalam istilah demokrasi yang punyai arti secara universal, akan tetapi secara materiil atau isi demokrasi suatu bangsa tidak sama dengan demokrasi pada bangsa yang lain. Hal itu dikarenakan perbedaan latar belakang sejarah dan pandangan hidup suatu bangsa.[20]
Apabila di kaitkan dengan bangsa kita yaitu bangsa Indonesia, sangat berbeda latar belakangnya dengan konsep negara hukum rechtsstaat dan the rule of law, walaupun konsep negara hukum itu berawal dari pengaruh pemikiran-pemikiran dari negara barat. Di indonesia istilah negara hukum dan demokrasi kita kenal dengan istilah negara hukum atau demokrasi pancasila.
B.       Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Istilah dan rumusan Pancasila lahir pada saat para anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), dalam rangka persidangannya antara tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, membahas permintaan pemerintah jepang untuk menetapkan dasar falsafah negara Indonesia yang akan didirikan.  Setelah anggota BPUPK yang lain menyampaikan pandangannya, pada 1 Juni 1945 giliran Bung Karno menyampaikan pidato dihadapan anggota BPUPK untuk memenuhi permintaan Ketua BPUPK dengan menyampaikan pendapatnya tentang filosofisce grounslag atau weltanschauung yang akan mendasari negara Indonesia yang akan didirikan yaitu, (1) Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme atau peri-kemanusiaan, (3) Mufakat atau Demokrasi, (4) Kesejahteraan Sosial, (5) Ketuhanan Yang Maha Esa. Kelima dasar tersebut kemudian di beri nama Pancasila.[21]
Setelah melewati proses pembahasan panjang, rumusan akhir Pancasila disepakati dan ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Yang disepakati saat itu adalah rumusan sebagaimana Pancasila yang sekarang ini ada. Rumusan inilah yang kemudian dijadikan dasar dan ideologi negara. Hal itu kemudian diperkuat lagi dalam berbagai momentum pentign dari setiap babakan baru sejarah ketatanegaraan. Pengertian Pancasila sebagai dasar negara termuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Alinea Keempat, yaitu : “....., maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada; Ketuhanan Yang Maha Esa; kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia; kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarata/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Meskipun dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak tercantum kata “Pancasila”, namun kita sepakat bahwa lima prinsip yang menjadi dasar negara Republik Indonesia itu disebut Pancasila.[22]
Sebagai dasar negara dan ideologi negara, Pancasila membawa nilai-nilai tertentu yang sesungguhnya bersumber dan digali dari realitas sosio-budaya bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, sejak lama Pancasila dikenal sebagai ideologi terbuka, karena dinilai memenuhi syarat untuk disebut sebagai ideologi terbuka. Merangkum dari berbagai refrensi, ideologi terbuka setidaknya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :[23]
1.        Bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar melainkan digali dan diambil dari moral, budaya masyarakat itu sendiri. Pancasila sebagai ideologi nasional dipahami dalam perspektif kebudayaan bangsa dan bukan dalam perspektif kekuasaan, sehingga Pancasila bukanlah sebagai alat kekuasaan.
2.        Dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang saja, melainkan hasil musyawarah serta konsesus dari masyarakat bangsa itu sendiri.
3.        Nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung operasional.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Dalam penjelasan menyatakan bahwa penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filsafat bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dengan ketentuan ini sangat jelas bahwa seluruh produk hukum di negara ini harus mencamtumkan nilai-nilai pancasila sebagai falsafah negara.
Di era reformasi ini, seharusnya lebih baik dalam membuat produk hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila, sebagian banyak produk hukum di era reformasi ini bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung didalam sila-sila pancasila. Karena di latar belakangi banyak kepentingan-kepentingan politik dan para elit di negeri ini (baca;penguasa dan pengusaha).
Pancasila adalah Chemistrey dari unsur-unsurnya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Oleh karenanya, Pancasila bukanlah butiran yang terpisah satu dengan yang lain. Chemistrey  inilah yang menampakkan dalam pola perilaku warga bangsa yang wujudnya aslinya adalah gotong royong dalam masyarakat Indonesia.[24]
Frans Magnis Suseno mencoba untuk memastikan arti Pancasila yang sebenarnya, kita perlu membedakan antara arti yang tersurat dan arti yang tersirat.[25]
Arti tersurat, lima nilai yang terungkap dalam sila Pancasila. Perlu diperhatikan bahwa nilai-nilai ini tidak controvers. Untuk mengerti mengapa lima sila itu begitu crucial, kita harus memperhatikan arti fundamental Pancasila bagi eksistensi Negara Republik Indonesia. Arti yang tersirat ini diketahui dari situasi yang melahirkan Pancasila, arti Pancasila yang sebenarnya kita ketahui apabila kita memperhatikan masalah yang mau dipecahkan olehnya, arti Pancasila yang sebenarnya kita ketahui dengan bertanya, masalah apa yang mendorong Ir. Soekarno untuk mencetuskannya! Ir. Soekarno mencetuskan Pancasila untuk mengatasi konflik yang kalau tidak diatasi akan mengancam proyek Indonesia merdeka, yaitu konflik dasar negara: apakah Negara Republik Indonesia yang mau di proklamirkan mau dijadikan negara nasionalis-sekuler dan atau didasarkan pada agama Islam. Pancasila dirumuskan dan disepakati, melalui prosestidak mudah, persis untuk mengatasi konflik itu.[26]
Dengan demikian sudah jelaslah bahwa arti sebenarnya Pancasila adalah kesepakatan rakyat Indonesia untuk membangun sebuah negara, dimana semua warga masyarakat sama kedudukannya, sama kewajiban dan sama haknya, jadi di mana semua warga masyarakat, tanpa diskriminasi, tanpa membedakan agama masing-masing (dan, sebagai implikasi, tanpa membedakan menurut suku, ras, etnik, dst), jadi tanpa membedakan antara mereka yang mayoritas dan minoritas, sama-sama menikmati hak-hak dasar sebagai warga negara dan sebagai manusia.[27]
C.      Negara Hukum Indonesia Yang Berdasarkan Pancasila
Kalau di telaah dari latar belakang sejarahnya, baik konsep “the rule of law” maupun konsep “rechtsstaat” lahir dari suatu usaha atau perjuangan menentang kesewenangan penguasa, sedangkan Negara Republik Indonesia sejak dalam perencanaan berdirinya jelas-jelas menentang segala bentuk kesewenangan atau obsolutisme. Oleh karena itu jiwa dan isi Negara Hukum Pancasila seyogianya tidaklah dengan begitu saja mengalihkan konsep “the rule of law” dan “rechtsstaat”.[28]
Konsep negara hukum Pancasila tidak dapat terpisahkan dari proses atau sejarah terbentuknya konsep tersebut. Yaitu pada tanggal 7 September 1944
pemerintah Jepang setelah membombardir pulau-pulau menyatakan kesanggupannya untuk mengakomodir Indonesia menuju kemerdekaan pada akhir bulan Agustus 1945. Pada tanggal 28 Mei 1945, pemerintah Jepang melantik BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dengan ketuanyan Radjiman Wediodinigrat. Menurut Muhammad Yamin, seorang tokoh ultranasionalis dan pembela Pancasila, bahwa Pancasila adalah hasil galian Soekarno yang mendalam dari jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Soekarno bahkan mengatakan bahwa ia telah menggalinya dari masa jauh sebelum Islam. Menurut jalan pikirannya, Pancasila adalah refleksi kontemplatif dari warisan sosiohistoris Indonesia yang kemudian Soekarno merumuskannya dalam lima prinsip. Juga menurutnya prinsip ketuhanan misalnya, tidak mempunyai kaitan organik dengan doktrin sentral agama manapun.[29]
Negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri khas Indonesia. Karena Pancasila harus diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum, maka negara hukum Indonesia dapat pula dinamakan Negara Hukum Pancasila. Salah satu dari ciri pokok dalam negara hukum Pancasila adalah adanya jaminan terhadap freedom of religion atau kebebasan beragama. Tetapi, kebebasan beragama selalu dalam kondisi yang positif, artinya tiada tempat bagi ateisme atau propaganda anti agama di Bumi Indonesia, dan tidak boleh terjadi pemisahan antara agama dan negara baik secara mutlak, maupun secara nisbi, karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Agama dan negara berada dalam hubungan yang harmonis.
Dalam Negara hukum Pancasila, kepentingan rakyat lebih diutamakan. Hal ini bertitik pangkal pada asas kekeluargaan dan kerukunan. Adapun Ciri-ciri negara hukum Pancasila menurut M.Tahir Azhary adalah sebagai berikut:
1.        ada hubungan yang erat antara agama dan negara;
2.        bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa;
3.        kebebasan beragama dalam arti positif;
4.        ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang;
5.        asas kekeluargaan dan kerukunan.[30]
Unsur-unsur utama negara hukum Pancasila adalah:
1.        Pancasila;
2.        MPR;
3.        Sistem Konstitusi;
4.        Persamaan dan;
5.        Peradilan Bebas.

Dalam negara hukum Pancasila: kebebasan beragama harus mengacu pada makna yang positif sehingga pengingkaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa (ateisme) ataupun sikap yang memusuhi Tuhan Yang Maha Esa tidak dibenarkan. Selain itu terdapat  hubungan yang erat antara agama dan negara, dimana antara keduanya berada dalam hubungan yang harmonis dan tidak terdapat pemisahan antara agama dan negara. Negara bertanggung jawab memberikan perlindungan terhadap kemajemukan agama yang dianut warganya perlindungan atas kemurnian agama dari penyelewengan atau penyimpangan .
Menurut Philipus M. Hadjon, menyatakan bahwa ciri-ciri Negara Hukum Pancasila, ialah :[31]
a.         Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;
b.        Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan negara;
c.         Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir; dan
d.        Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara jelas tercantum tujuan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum atau dalam rumusan lainnya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dari rumusan tujuan tersebut, jelas bahwa Negara Hukum Pancasila pun mengarah kepada usaha untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian tujuan tersebut janganlah ditafsirkan bahwa dengan adanya tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat berarti Negara Hukum Pancasila merupakan Negara Kesejahteraan dalam pengertian “welvaarsstaat”. Menafsirkan tujuan tersebut untuk dijadikan sebagai patokan untuk menyatakan bahwa Negara Hukum Pancasila atau Negara Republik Indonesia adalah Negara Kesejahteraan dalam pengertian “welvaarsstaat”.[32]
Menurut Hamid S. Attamimi, bahwa sejak awal berdirinya Indonesia menetapkan diri sebagai negara rechtsstaat yang memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi segenap tumpah darah Indonesia, dan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang berdasarkan kepada ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Rachtsstaat itu ialah rechtsstaat yang materiil, yang sosial, yang oleh Bung Hatta disebut sebagai Negara Pengurus, suatu terjemahan dari Verzogingsstaat.[33]
Sejak dari mula berdirinya negara, bangsa Indonesia mengakui bahwa kemampuan untuk mendirikan suatu negara merdeka adalah atas berkat rahmat Tuhan (alinea kedua UUD 1945). Dan sejalan dengan itu sila Ketuhanan Yang Maha Esa menempati urutan pertama dalam rangkaian sila-sila Pancasila. Disusul dengan sila Kemanusian Yang Adil dan Beradab adalah konsekwensi logis dari sila pertama karena dengan pengakuan terhadap eksistensi Tuhan berarti mengakui ciptaannya dan ciptaan yang paling mulia adalah manusia karena manusia citra dari Allah. Dan dengan demikian pula mangakui harkat dan martabatnya sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Dengan sila Persatuan Indonesia berarti mengakui kehendaknya, untuk hidup bersama dalam suatu masyarakat yang sifatnya politik yaitu negara Republik Indonesia dan ini adalah sesuai kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Pengaturan hidup bersama didasarkan atas musyawarah yang dibimbing oleh hikmat kebijaksanaan dan ini adalah Kerakyaatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dan ini adalah sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/Perwakilan. Tujuan dari hidup bersama dalam suatu negara merdeka adalah untuk mencapai kesejahteraan bersama seperti rumusan sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.[34]
Lahirnya negara hukum Pancasila menurut Padmo Wahyono berbeda dengan cara pandang liberal yang melihat negara sebagai suatu status tertentu yang dihasilkan oleh suatu perjanjian bermasyarakat dari individu-individu yang bebas atau dari status “naturalis” ke status “civis” dengan perlindungan terhadap civil rights. Tetapi dalam negara hukum Pancasila terdapat anggapan bahwa manusia dilahirkan dalam hubungannya atau keberadaanya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu negara tidak terbentuk karena perjanjian atau “vertrag yang dualistis” melainkan “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas…”. Jadi posisi Tuhan dalam negara hukum Pancasila menjadi satu elemen utama bahkan merupakan “causa prima”. [35]
Konsep ini sangat berbeda dengan konsep di dunia barat atau konsep yang menganut sosialis yang bersumber pada ajaran Karl Mark, mengatakan bahwa negara bukanlah pemberian Allah tetapi adalah hasil dari kehendak dan usaha manusia. Konsep ini jelas berbeda dengan ide dasar bangsa Indonesia mendirikan negaranya, yaitu mengakui keberhasilannya mendirikan suatu negara merdeka atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa. Konsep sosialis tentang hak-hak asasi sebetulnya tidak mengenal hak tetapi hanya menuntut “kewajiban” warganya terhadap negara. Konsep yang demikian jelas berbeda dengan konsep hak-hak asasi yang bersumber pada Pancasila yang mengakui harkat dan martabat manusia sekaligus sebagai makhluk sosial dan sebagai pribadi.[36]
Salah satu bentuk nyata mengembalikannya sebagai ideologi negara dalam makna yang sesungguhnya, pancasila harusnya mampu menjadi dan ditempatkan sebagai kaidah penuntun dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam kaitan ini, Notonagoro menyatakan bahwa Pancasila merupakan cita hukum (rechtsidee) karena kedudukannya sebagai pokok kaidah fundamental negara (staatsfundamentalnorm) yang mempunyai kekuatan sebagai pemandu seluruh produk hukum nasional. Karenanya, semua produk hukum ditujukan untuk mencapai ide-ide yang dikandung Pancasila.[37]
Prinsip pokok negara hukum (rechtstaat) yang berlaku di zaman sekarang, yaitu sumpremasi hukum (supremacy of law), persamaan dalam hukum (equality before the law), asas legalitas (due process of law), pembatasan kekuasaan, organ-organ eksekutif independen, peradilan bebas dan tidak memihak, peradilan tata uasaha negara, peradilan tata negara, perlindungan hak asasi manusia, bersifat demokratis, berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan negara serta trasnparansi dan kontrol sosial. Kedua belas prinsip pokok itu merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara hukum modern dalam arti yang sebenarnya. Negara hukum Indonesia yang dapat juga diistilahkan sebagai negara hukum Pancasila, memiliki latar belakang kelahiran yang berbeda dengan konsep negara hukum yang dikenal di Barat walaupun negara hukum sebagai genus begrip yang tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 terinspirasi oleh konsep negara hukum yang dikenal di Barat. Jika membaca dan memahami apa yang dibayangkan oleh Soepomo ketika menulis Penjelasan UUD 1945 jelas merujuk pada konsep rechtstaat.
Eksistensi negara hukum yang berdasar atas Pancasila belakangan ini mulai memudar dengan maraknya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Seakan-akan negara ini sudah bergeser dari pola pikir negara hukum (rechtsstaat) menjadi sebuah negara yang berdasar pada kekuasaan (machtsstaat), dimana hukum hanya berlaku untuk kaum kecil dan tidak menjangkau orang-orang yang berkuasa. Pada masa sekarang, adalah sukar untuk membayangkan negara ini tidak sebagai negara hukum. Setiap negara tidak mau dikucilkan dari pergaulan masyarakat internasional, paling sedikit secara formal akan memaklumkan dirinya sebagai negara hukum. Dalam negara hukum seharusnya hukum menjadi aturan main untuk mencapai cita-cita bersama sebagai kesepakatan politik. Hukum juga menjadi aturan permainan untuk menyelesaikan segala perselisihan, termasuk perselisihan politik. Hukum dengan demikian tidak mengabdi kepada kepentingan politik sektarian dan primordial, melainkan kepada cita-cita politik dalam kerangka kenegaraan.[38]

D.      Kesimpulan
Demikian lah makalah yang bisa kami berikan dalam presentasi ini, dari uraian diatas dapat lah kami simpulkan bahwa :
1.        Apabila di kaitkan dengan bangsa kita yaitu bangsa Indonesia, sangat berbeda latar belakangnya dengan konsep negara hukum rechtsstaat dan the rule of law, walaupun konsep negara hukum itu berawal dari pengaruh pemikiran-pemikiran dari negara barat. Di indonesia istilah negara hukum dan demokrasi kita kenal dengan istilah negara hukum atau demokrasi pancasila.
2.        Pancasila sebagai dasar negara filosofisce grounslag atau weltanschauung, sudah seharusnya materi muatan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila.
3.        Tidak mungkin dapat di bantahkan lagi, bahwa di dalam Alienia keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah tercantum nilai-nilai Pancasila, Pancasila merupakan falsafah negara (filosofisce grounslag atau weltanschauung), dan Pancasila merupakan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Dengan jelas sekarang, maka Negara Hukum di Indonesia ialah berdasarkan Pancasila, bukan Rechtsstaat atau the rule of law seperti yang berkembang di dunia barat saat ini.



[1]. Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Gravindo Persada, Jakarta, 2011, hal 1
[2]. Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia Sebuah Studi tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hal 71
[3]. Lebih jelasnya Lihat Philipus M. Hadjon, Ibid, hal 74 - 98
[4]. Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah Dan Masa Kini, Cetakan keempat, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hal 83-83.
[5].  Ridwan HR, Op Cit, hal 2
[6].  Taher Azhary, Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-unsurnya, Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta, Hal 20
[7]. Ibid, hal 20-21
[8]. Miriam Budiardjo, seperti yang dikutip oleh Ridwan HR, Op Cit, Hal 3
[9]. Ibid, hal 3
[10]. Kesimpulan konferensi internasional commission of jurists, Bangkok 1965, seperti yang dikutip oleh H. Dahlan Thaib, Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi, Cetakan Kedua, Liberty, Yogyakarta, 2000 hal 25
[11]. Ibid
[12]. Padmo Wahyono, Negara Republik Indonesia, yang dikutip oleh H. Dahlan Thaib, Ibid, hal 27
[13]. Ridwan HR, Op Cit, Hal 4-5
[14]. Sumrah, Penegakan Hak Asasi Manusia ditinjau dari pelaksanaan the rule of law (dalam Rule of Law dan Praktek Penahanan di Indonesia, dihimpun oleh Eddy Damian) yang di kutip oleh Azhary, Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-Unsurnya, Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS), 1995, Jakarta, hal 32-33
[15]. Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, Op Cit, hal 72
[16]. Ibid. Hal 72
[17]. Taher Azhary, Op Cit,  hal 36
[18]. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[19]. Sjahran Basah, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap – Tindak Administrasi Negara, Cetakan Kedua, Bandung, 1992, hal 1-2
[20]. Padmo Wahjono, yang dikutip oleh Azhary, Op Cit, hal 36
[21].Harjono, Rancang Bangun Republik Indonesia, dalam Proceeding Sarasehan Nasional 2011 Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Nasional, Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2011, hal. 39
[22]. Moh Mahfud MD, Pancasila Sebagai Tonggak Konvergensi Pluralitas Bangsa, dalam Proceeding Sarasehan Nasional 2011 Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Nasional, Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2011, hal. 18
[23]. Ibid. Hal. 19
[24]. Harjono, Op Cit. Hal 44
[25]. Franz Magnis Suseno, Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Orientasi Pembudayaan Kehidupan Berkonstitusi, dalam Proceeding Sarasehan Nasional 2011 Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Nasional, Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2011, hal. 117
[26]. Ibid, hal. 117
[27]. Ibid, hal. 117-118
[28]. Philipus M. Hadjon, Op Cit, hal 84
[29] A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum Moral Dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, cetakan pertama, (Yogyakarta: Kanisius,1990), ,hlm. 126.
[30]. M. Tahir  Azhary, , Negara Hukum Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Bulan Bintang, Jakarta, 1992  hlm 69.
[31]. Philipus M. Hadjon, Loc cit, hal 90
[32]. Ibid. Hal 95
[33] A. Hamid S. Attamimi, Der Rechtsstaat Republik Indonesia dan Perspektif Menurut Pancasila dan UUD 1945, Makalah pada seminar sehari dalam rangka dies natalis Universitas 17 Agustus Jakarta ke-42, diselenggarakan oleh Universitas 17 Agustus Jakarta, 9 Juli 1994, hlm. 17.
[34]. Ibid. Hal 65
[35]. Ahmad Syafii Ma’arif, lslam dan Pancasilan Sebaga Dasar Negara Studi Tentang Perdebatan Dalam Konstituante, edisi revisi (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), hlm. 150.
[36]. Philipus M Hadjon, Op Cit. Hal 66-67
[37]. Moh Mahfud MD, Peran Mahkamah Konstitusi...., Seperti yang dikutip oleh Saldi Isra, Penguatan dan Pengawalan Pancasila Dalam Proses Legislasi, dalam Proceeding Sarasehan Nasional 2011 Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Nasional, Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2011, hal. 140
[38] Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban yang Adil, Problematika Filsafat Hukum, (Jakarta: Grasindo, 1999), hlm. 163-164.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar